Minggu, 14 Maret 2010

IKLAN WACANA BAHASA INDONESIA

adar atau tidak, seseorang kemudian menjadi bagian
yang tak terpisahkan dari iklan sebagai konsumen atau sasaran iklan,
sebagai media iklan, atau bahkan sebagai pengiklan walaupun ia tidak
punya produk barang atau jasa yang ditawarkan, walaupun juga tidak ada
keuntungan baginya. Pendek kata, iklan bukan lagi merupakan suguhan yang
boleh dicernak secara selektif, tetapi suguhan yang merebut setiap
kesempatan dan ruang yang ada dalam kehidupan manusia modern.
Pemasang iklan hadir dengan keperluan agar produk,
jasa, atau imbauan-imbauannya dapat sampai ke sasaran iklan secara
efektif, yaitu tidak saja agar mereka membaca, mendengar, memahami,
tetapi juga agar mereka mengkonsumsi atau melakukan aksi tertentu yang
dikehendaki. Banyak pembuat iklan yang tidak peduli terhadap apa
yang diiklankan sebab mereka hadir dengan tujuannya sendiri, yaitu
memproduksi iklan yang memuaskan pemesan iklan.
Hal ini tidak berarti bahwa biro iklan tidak punya
pengetahuan tentang konsumen – sesungguhnya bahkan ada biro iklan yang
amat bertanggung jawab pada masyarakat sehingga berani menolak membuat
iklan-iklan tertentu – tetapi pengetahuannya tentang selera konsumen
hanya merupakan faktor pendukung saja dalam memproduksi iklan.
Iklan sendiri – baik iklan yang komersial, nonkomersial, maupun iklan
korporasi –pada dasarnya adalah satu bentuk wacana direktif atau
imperatif yang tertuang dalam bahasa audio, visual, dan verbal.
Sebagai mana komunikasi yang efektif, iklan yang
efektif harus mampu membangun persepsi masyarakat konsumen menjadi
seperti yang dikehendaki pemasang dan pembuat iklan, yaitu bahwa
menggunakan barang dan jasa yang diiklankan atau melakukan aksi seperti
yang dimbau dalam iklan akan mendatangkan sangat banyak manfaat kepada
konsumen dan juga masyarakat secara umum. Iklan seperti itu umumnya ditujukan kepada konsumen
yang telah mempunyai kematangan analisis sehingga makna imperatif dari
iklan itu dapat dibangun sendiri dengan mengembangkan hubungan
kausalitas dari fakta yang diuraikan dalam iklan.
Dalam setiap iklan, memunculkan unsur pengingat
(catcher) baik yang berupa suara (audio), gambar (visual), maupun
bahasa (verbal) menjadi amat penting sehingga suatu saat, dengan hanya
mendengar, melihat, atau membaca pengingat itu, konsumen langsung
terhubung dengan produk yang diiklankan

WACANA

Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Bahasa memiliki berbagai definisi. Definisi bahasa adalah sebagai berikut:
suatu sistem untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan.
suatu peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke dalam pikiran orang lain
suatu kesatuan sistem makna
suatu kode yang yang digunakan oleh pakar linguistik untuk membedakan antara bentuk dan makna.
suatu ucapan yang menepati tata bahasa yang telah ditetapkan (contoh: Perkataan, kalimat, dan lain-lain.)
suatu sistem tuturan yang akan dapat dipahami oleh masyarakat linguistik.
Bahasa erat kaitannya dengan kognisi pada manusia, dinyatakan bahwa bahasa adalah fungsi kognisi tertinggi dan tidak dimiliki oleh hewan[1] Ilmu yang mengkaji bahasa ini disebut sebagai linguistik.
Menetapkan perbedaan utama antara bahasa manusia satu dan yang lainnya sering amat sukar. Chomsky (1986) membuktikan bahwa sebagian dialek Jerman hampir serupa dengan bahasa Belanda dan tidaklah terlalu berbeda sehingga tidak mudah dikenali sebagai bahasa lain, khususnya Jerman.[rujukan?]

Unsur dasar bahasa
Fonem
yaitu unsur terkecil dari bunyi ucapan yang bisa digunakan untuk membedakan arti dari satu kata. Contohnya kata ular dan ulas memiliki arti yang berbeda karena perbedaan pada fonem /er/ dan /es/. Setiap bahasa memiliki jumlah dan jenis fonem yang berbeda-beda. Misalnya bahasa Jepang tidak mengenal fonem /la/ sehingga perkataan yang menggunakan fonem /la/ diganti dengan fonem /ra/.
Morfem
yaitu unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga.
Sintaksis
yaitu penggabungan kata menjadi kalimat berdasarkan aturan sistematis yang berlaku pada bahasa tertentu. Dalam bahasa Indonesia terdapat aturan SPO atau subjek-predikat-objek. Aturan ini berbeda pada bahasa yang berbeda, misalnya pada bahasa Belanda dan Jerman aturan pembuatan kalimat adalah kata kerja selalu menjadi kata kedua dalam setiap kalimat. Hal ini berbeda dengan bahasa Inggris yang memperbolehkan kata kerja diletakan bukan pada urutan kedua dalam suatu kalimat.
Semantik
mempelajari arti dan makna dari suatu bahasa yang dibentuk dalam suatu kalimat.
Diskurs
mengkaji bahasa pada tahap percakapan, paragraf, bab, cerita atau literatur.
[sunting] Tahapan perolehan bahasa[2]
Cooing atau berbunyi
Tahapan ini dilakukan oleh bayi di seluruh dunia, tidak terpengaruh pada jenis bahasa yang ada disekitarnya. Bayi yangtuna rungu pun melakukannya. Biasanya terdiri atas bebunyian dari huruf hidup.
Babbling atau bergumam
Tahapan ini menunjukkan kecenderungan bayi untuk mengeluarkan berbagai jenis fonem yang digabung antara huruf hidup dan konsonan. Pada tahap ini suara babbling terdengar sama pada bayi berbahasa apapun.
Ujaran satu kata
Tahapan ini menunjukkan kecenderungan bayi untuk mengeluarkan fonem yang berguna pada bahasanya, baik huruf hidup maupun konsonan. Bayi Jepang tidak akan mengeluarkan fonem /la/. Pada saat ini bayi mulai mengeluarkan satu kata.
Ujaran dua kata dan penuturan telegrafik
Tahapan ini berlangsung pada usia 1,5 - 2,5 tahun, dimana bayi dan balita mulai menggabungkan dua atau tiga buah kata. Pada saat ini anak mulai belajar memahami sintaks.
Struktur dasar kalimat dewasa
Tahapan ini mulai muncul pada usia 4 tahun. Ditunjang oleh pertambahan perolehan kosa kata yang meningkat secara eksponensial
[sunting] Bahasa buatan
Ada beberapa bahasa artifisial (buatan) yang dikenal. Salah satunya adalah bahasa Esperanto. Bahasa ini diciptakan oleh L. L. Zamenhof di mana bahasa ini merupakan paduan dari berbagai unsur bahasa, khususnya bahasa-bahasa Roman yang dicampurkan dengan unsur-unsur Bahasa Slavia dan bahasa-bahasa Eropa lainnya, serta digunakan untuk mempermudah pembelajaran bahasa karena kesederhanaan tata bahasanya.
Bahasa-bahasa artifisial lainnya yang disebut conlang (constructed language) antara lain adalah Bahasa Interlingua dan Bahasa Lojban.
Sebagian pakar bahasa, seperti J.R.R. Tolkien, telah menciptakan bahasa rekaan, untuk tujuan di bidang sastera . Salah satunya adalah bahasa Quenya, yakni satu bentuk bahasa yang dipakai oleh kaum Elvish. Quenya mempunyai abjad dan istilah tersendiri serta dapat digunakan oleh manusia. Di samping bahasa Quenya, juga diciptakan bahasa Klingon yang pernah dipakai dalam film Star Trek.
[sunting] Menerjemahkan bahasa
Bahasa manusia yang berbeda-beda menyebabkan manusia mencoba untuk mengungkapkannya dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan menggunakan komputer untuk menerjemahkan satu bahasa ke bahasa lainnya. Perangkat demikian dikenal sebagai "Mesin Penerjemah".
Mesin Penerjemah merupakan hal yang sangat diidam-idamkan oleh para pakar komputer sejak awal. Pada mulanya mereka memperkirakan, bahwa hal tersebut dapat dilakukan dengan mudah. Akan tetapi, hal tersebut ternyata sulit dalam pelaksanaannya, sehingga para pakar komputer tersebut putus asa. Meskipun demikian, di masa sekarang ini beberapa perangkat penerjemah telah dijual secara komersial di pasaran.
[sunting] Catatan
Bahasa itu alat yang sangat tidak memadai untuk berfikir dengan tertib dan untuk melahirkan pendapat (C.P.F. Lecoutere, L. Grootaers dalam Inleideng tot de Taalkunde en tot de Geschiedens van het Nederlands, halaman 177)
Bahasa sebagai bayang-bayang pikiran, artinya bahasa tidak dapat melukiskan bentuk pikiran sesempurna dan selengkap bentuk pikiran itu sendiri. Itulah mengapa timbul apa yang dikenal sebagai gaya bahasa, ragam bahasa dan seterusnya.
Terdapat 2 macam kaidah bahasa, yaitu kaidah umum yang berlaku untuk semua bahasa dan kaidah khusus yang berlaku untuk suatu bahasa tertentu.
Terjemahan: yang diterjemahkan itu bukan bahasanya (seperti kata-katanya dan kalimatnya) tetapi bentuk pikirannya. Sebab bayang-bayang tidak sesempurna dan selengkap bentuk pikiran itu sendiri sehingga kemungkinan salah makna atau salah terima pikiran itu sendiri dapat dikurangi.
(Sumber: Mh. Amin Jaiz, Ceramah tentang Al Quran, Al Hadist dan Al Ijtihad di Senat Mahasiswa Fakultas Hukum UNS Surakarta, 28 September 1991)
[sunting] Lihat pula